Metrotvnews.com, Jakarta: Era digital membuat milyaran perangkat saling terhubung, di saat yang sama melahirkan ancaman keamanan informasi bagi masyarakat, baik individu maupun korporasi.
Riset menyebutkan, kompensasi yang harus dibayar perusahaan di level enterprise pasca serangan siber mencapai nilai rata-rata USD551.000 per kejadian dan USD38.000 untuk level UKM.
Menurut penelitian Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (Id-SIRTII), Indonesia masih menjadi target serangan siber favorit, dengan sekitar 89 juta serangan yang terjadi selama semester pertama tahun ini, yang didominasi oleh serangan malware sebanyak 46,3 juta serangan.
Dari riset yang sama, ditemukan enam ribu insiden website yang berhasil dibobol hacker dan hampir 16 ribu celah keamanan ditemukan pada sistem website di Indonesia.
“Dunia digital telah hadir untuk mempermudah kehidupan manusia, di sisi lain menciptakan kemudahan bagi para pelaku kejahatan siber untuk mencuri data penting. Hacker semakin pintar dan terus mengembangkan model serangannya. Hacking pun telah menjadi sebuah bisnis, dimana pelaku menjual informasi rahasia di pasar gelap atau bahkan memeras si pemilik data," ujar Direktur Virtus Technology Indonesia Christian Atmadjaja pada acara Virtus Executive Gathering.
"Sayangnya para pelaku bisnis yang sedang dan sudah melakukan transformasi digital masih belum menempatkan keamanan digital sebagai prioritas utama mereka”
Christian menambahkan, bagi perusahaan yang sudah memprioritaskan keamanan data di strategi digital mereka, tantangan selanjutnya adalah kesulitan menentukan teknologi yang tepat dan keterbatasan tenaga ahli di bidang keamanan TI.
“Ransomware menjadi satu tipe malware yang mengalami peningkatan aktivitas di seluruh dunia termasuk juga diperkirakan di Indonesia. Tahun ini, secara global sudah diketahui peningkatan sampai 200 jenis family ransomware yang ada," kata Ketua Id-SIRTII Rudi Lumanto.
"Di Indonesia, kasus ransomware diketahui secara sporadis karena tidak ada yang melaporkan secara resmi, tapi jumlahnya tahun ini diperkirakan sampai ribuan kasus. Sebuah perusahaan antivirus menyebutkan sehari ada 14 kasus ransomware di Indonesia. Jika seandainya setiap kasus ransomware saja tiap korban membayar rata rata USD1.000, maka total kerugian selama setahun bisa mencapai lebih dari Rp50 milyar, belum lagi dihitung kerugian waktu dan lain lainnya."
Sementara itu, menurut Checkpoint Security Report 2016, 82 persen dari perusahaan mengakses sebuah website yang berbahaya atau malicious, 88 persen perusahaan mengalami insiden kehilangan data, 89 perusahaan perusahaan mengunduh malicious file.
Pencurian data yang terjadi, menurut riset Ponemon Institute, menimbulkan kerugian hingga rata-rata USD4 juta per kejadian, dengan rincian kerugian sekitar USD158 per data atau informasi rahasia yang dicuri. Faktor utama penyebab hilangnya data adalah serangan siber (48 persen), diikuti oleh kegagalan program dan sistem (27 persen) dan human error (25 persen).